Paku dan Amarah

sumbermu.com - Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayah memberikan sekantung paku dan mengutarakan untuk menancapkan satu paku di pagar kayu belakang rumah mereka setiap kali ia marah. Baru satu hari saja paku yang tertancap sudah berjumlah 48 buah. Selama beberapa hari berselang paku itu kian bertambah jumlahnya dan dia tidak menyadarinya.

Suatu hari menjelang senja, ia ke belakang rumahnya dan menghitung jumlah paku yang sudah tertanam di pagar kayu. Wow! Ia tertegun sejenak. Kenapa jumlahnya banyak sekali ya? tanyanya dalam hati.

Begitulah puluhan hingga puluhan paku telah menancap di sebuah batang kayu yang terlihat kekar tersebut. Seiring bertambahnya jumlah paku yang ditancapkan, sang anak merasa metode ini tak lagi efektif. Semakin hari emosinya semakin sulit dikendalikan. Datanglah ia kepada ayahnya, "ayah, buat apa kau selalu menyuruhku memaku kayu bila emosiku tak bisa diredakan?" tanyanya. Sang ayahpun menggandeng tangan kayu yang sudah penuh paku menuju. "Coba, cabut semua paku-paku yang sudah kamu tancapkan itu." Anakpun menurut, dalam pemahamannya, ayah akan menyuruh menancapkan paku-paku itu kembali. 

Namun ternyata tidak. Sang ayah mengumpulkan paku kembali dan mengangkat batang kayu. "Coba lihat, bagaimana bentuk batang kayu ini sekarang. Kayu yang tadinya tampak kokoh dan baik-baik saja, penuh luka dan banyak lubang di sekujur tubuhnya. Demikianlah saat kamu meluapkan emosimu kepada orang lain. Hati mereka terluka, padahal mereka tampak baik-baik saja," jelas sang ayah. 

“Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang dan mencabutnya kembali tetapi tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu akan tetap ada dan luka karena kata-kata yang sama buruknya dengan luka fisik,” pungkas sang ayah.

Anda mungkin merasa bahwa orang di sekitar Anda baik-baik saja. Namun, jauh di lubuk hati mereka sedang terluka oleh emosi Anda. Sama seperti paku, kata adalah sebuah senjata yang sangat kejam untuk melukai seseorang. Bukankah lidah lebih tajam dari pada paku dan pisau?

Rubrik Motivasi hidup Islami dalam kehidupan karir profesional. Diasuh oleh Dr MG Bagus Kastolani, Psi, seorang psikolog dan kader Muhammadiyah

Sumber: Suara Muhammadiyah /Majalah SM Edisi 1 Tahun 2024


Posting Komentar

0 Komentar